Undangan Mereka
Kertas
tebal dengan ukuran 10 x 10 cm berwarna keemasan dengan foto pre-wedding elegan
tergeletak begitu saja di atas meja kerjaku. Hiasan bunga dan pita kuning ikut
mempercantik desgin undangan yang bisa kutaksir harganya sekitar 15 ribu per
eksemplar. Aku tau, yang mengundang bukan orang biasa, jadi penampakan undangan
sudah dapat dinilai apakah mempelai dari kelas menengah ke atas atau bukan. Aku
sendiri tidak tau apakah akan dibaca atau tidak sampai ke dalam isi undangan
itu. Toh, dari foto sudah terlihat pernikahan siapa, ditambah dengan melihat tulisan
bagian depan mungkin sudah cukup, -tertulis- The Wedding Suci dan Petra, Kota Dahlia,
12 Juli 2016, untuk Aurora dan pasangan, -as always.
‘Hhhhhhh..........’,
aku melenguh panjang.
Kenapa
harus ada embel-embel “& pasangan” setelah nama seseorang yang jelas-jelas
belum menikah? Apakah itu sejenis motivasi agar si penerima undangan segera
menikah? Atau apakah itu cuma tradisi di kota kecilku yang kalau si penerima
undangan belum berkeluarga tinggal dicantumkan saja ‘the partner’ yang
keberadaannya masih belum tau rimbanya? Begitulah pemikiran sarkastik dan negative
thinkingku melihat semua hal yang terjadi dalam hidup. Am I alone? -aku
harap tidak semua pembaca-.
Tentu,
bagi seorang yang belum pernah mengirimkan kabar pernikahan bukan hal yang
begitu menggiurkan bagiku. Berbeda sekali pada saat masih kanak-kanak yang
begitu girang mendapatkan undangan pernikahan walaupun sebenarnya ditujukan
untuk ayah dan ibuku. Tertulis jelas untuk ‘Hasan dan keluarga’. Jelas kan?
karena memang sudah berkeluarga dan itu sangat tepat menurutku.
Jika
sudah mendapat undangan pernikahan di masa kecil itu, artinya, akhir pekan kita
sekeluarga akan makan besar di pesta pernikahan orang lain kan? begitu
menggelitik tapi ada kesenangan tersendiri kala itu. Kalian juga pasti pernah
merasakannya. Wah ini, siapa yang mau ada pesta pernikahan? Asik… kita bisa
pergi bersama-sama dengan outfit yang semarak atau bahkan seragaman, layaknya
keluarga yang lain, seperti fashion show saja.
Lalu,
momen yang ditunggu-tunggu adalah menikmati setiap hidangan yang disajikan
layaknya pesta seribu satu malam itu. Jika si tuan rumah adalah orang yang
cukup berada maka antusias kami akan semakin tinggi. Aku dengan ibuku akan sama-sama
menebak, akan ada apa saja ya nanti hidangannya? Sate, soto, es buah, kue jala,
paniagham[1],
buah, atau ada es tebak? Seperti itulah tebak-tebakan antara aku dengan
ibuku yang memang sangat suka sekali menyantap makanan, lebih tepatnya sering
merasa lapar. Nah, sebagai triknya, kami yang akan berangkat jangan makan apapun
dari rumah. Nanti saja, dipuas-puasin saat makan di acara pesta di rumah orang yang
dianggap akan loyal di hari pernikahan anaknya. Namun, jika yang punya hajat
adalah orang biasa saja, ya... semangat memenuhi undangannya akan biasa-biasa
saja. Suatu tendensius yang tidak patut tentu saja.
Begitulah
kira-kira ilustrasi motivasi orang-orang di kampungku jika ada yang menggelar
acara pernikahan. Bukan salaman dahulu dengan mempelai pengantin dan keluarga
tapi langsung ke berkeliling di seantero meja hidangan. Sedikit bar-bar bukan?
Prinsipnya, nikah itu cuma sekali, mbok ya sekalian kita pol-polan kan? Royal sedikit
lah. Andai bisa menggunakan emoticon di kisahku ini, pasti sudah sangat ramai
sekali dengan kepala-kepala botak berwarna kuning.
Lupakan
soal pesta dengan custom pada era 90-an tadi. Ini tentang undangan keemasan dari
teman yang tak pernah kusangka, tertulis nama Suci dan Petra. Mereka teman
kampusku dulu. Kenapa mereka menikah? Kenapa Petra akhirnya tidak bersama Inggrit?
Bukankah dulu mereka pernah ada kisah dan pernah kucomblangin? Ternyata tidak
berhasilkah? Ya Tuhan, apa kuasaku mengatakan seperti itu? Maafkan aku.
Hanya
karena undangan pernikahan kedua temanku itu, sepintas ada muncul kenangan-kenangan
masa laluku saat kuliah dulu, di Kota Lily. Sejenak terputar kembali kenangan
dan perasaannya yang dulu pernah ada. Perasaan yang sama sekali terus kukubur secara
perlahan sejak tujuh tahun terakhir. Tujuh tahun? Mengapa begitu sulit?
0 komentar:
Posting Komentar